Kamis, 11 Agustus 2011

KELIMPAHAN POPULASI MIKORIZA INDIGEN GULMA PADA HUTAN SEKUNDER


Oleh :

Halim
Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari


ABSTRACT

Research of the mycorrhiza indigenous of weed abundance on secondary forest has carried out in Ranomeeto Barat. The research has been done on October untill November 2007 to identify mycorrhiza indigenous of weed. The result of research showed that at weed was discovered mycorrhiza Acaulospora sp and Gigaspora sp. At weed of Eupatorium odorata was discovered Gigaspora sp at plot 3 with 267 spores, plot 7 with 361 spores, plot 8 with 289 spores, plot 12 with 255 spores, plot 18 with 255 spores and plot 19 with 144 spores. The kind of mycorrhiza Gigaspora sp was discovered at Imperata cylindrica and Eupatorium odorata with 196 spores at plot 1, 116 spores at plot 2, 167 spores at plot 6, 156 spores at plot 22 and 160 spores at plot 24.

Key words : Acaulospora sp, Gigaspora sp, Eupatorium odorata, Imperata cylindrica

PENDAHULUAN
Kehadiran gulma pada areal tanaman sangat berpengaruh terhadap hasil panen. Hal ini terjadi karena gulma memiliki kemampuan berkompetisi yang tinggi dalam memperoleh air, unsur hara, cahaya matahari, CO2, dan tempat tumbuh (Rao, 2000).
Konsep dasar yang harus diterapkan dalam mengendalikan gulma adalah pengendalian gulma secara bijaksana dengan maksud untuk meminimalisasi kehilangan hasil tanaman. Dengan demikian, maka gulma-gulma yang tumbuh pada areal tanaman tertentu tidak perlu diberantas secara total, akan tetapi harus dipertahankan tumbuh sepanjang tidak menimbulkan penurunan hasil tanaman. Pengendalian gulma secara bijaksana dapat mempertahankan keberadaan mikroorganisme di dalam tanah yang berasosiasi dengan perakaran, khususnya mikroorganisme yang berguna bagi pertumbuhan tanaman (Gupta dan Shubhashree, 2004).
Salah satu mikroorganisme yang berasosiasi dengan perakaran gulma adalah fungi mikoriza, yang secara umum ditemukan berasosiasi dengan sekitar 80 % - 90 % jenis tumbuhan (Brundrett, 1999a ; Harrier, 2003 ; Miyasaka dkk., 2003), dan bahkan 90 % - 95 % yang tersebar di daerah artik sampai ke daerah tropis dan dari daerah gurun pasir sampai ke daerah hutan (Setiadi, 1998 ; Gupta dan Shubhashree, 2004). Mikoriza tersebar hampir di seluruh permukaan bumi dan dapat berasosiasi dengan sebagian besar tumbuhan. Sekitar 83 % dikotiledon, 79 % monokotiledon dan semua gymnospermae yang pernah dipelajari adalah bermikoriza (Smith dan Read (1997). Menurut Gonzalo dan Miguel (2006), asosiasi antara fungi mikoriza dengan perakaran tumbuhan bersifat mutualisme yaitu keduanya saling menguntungkan. Fungi mikoriza dapat memanfaatkan eksudat akar tumbuhan sebagai sumber karbon dan energi, sedangkan tumbuhan lebih mudah menyerap unsur hara, khususnya unsur hara P (Preston, 2007). Oleh karena itu, maka perlu dilakukan eksplorasi dan identifikasi mikoriza pada gulma.
Mikoriza merupakan bentuk simbiosis mutualisme antara fungi alami dengan akar-akar tumbuhan tingkat tinggi. Simbiosis antara akar tumbuhan dengan fungi pertama kali diamati oleh Vittadini pada tahun 1842 (Sudhir dan Harbans, 2006). Kemudian pada tanggal 17 April 1885, ilmuwan Jerman (Albert Bernard Frank) simbiosis antara akar tumbuhan dengan fungi tersebut diberi nama mikoriza, yang secara harfiah berarti fungi akar (Gonzalo dan Miguel, 2006). Nuhamara (1994), mengatakan bahwa mikoriza merupakan suatu struktur yang khas dan mencerminkan adanya interaksi fungsional yang saling menguntungkan antara akar tumbuhan dengan fungi dalam ruang dan waktu tertentu.
Jenis-jenis mikoriza yang telah diketahui adalah Gigaspora margarita, Glomus mossae, Scutellospora castenea dan Acalauspora sp. (Wyss dan Bonafante, 1993 ; Forbes dkk., 1998). Mikoriza termasuk dalam famili Endogenaceae, Ordo Mucorales dan Kelas Phycomyceteae (Mosse, 1981). Mikoriza tidak dapat ditumbuhkan dalam media sintetik, tetapi dapat membentuk spora di dalam tanah yang secara morfologi mudah dibedakan dan dapat memperbanyak diri jika berasosiasi dengan tumbuhan inang (Jarstfer dan Sylvia, 1992 ; Miyasaka dkk., 2003). Spora-spora mikoriza mampu hidup selama beberapa bulan bahkan beberapa tahun, tetapi fungi ini tidak akan berkembang dengan sendirinya tanpa ada jaringan akar yang masih hidup (Barea, 1991).
Infeksi endomikoriza yang terjadi di dalam sel dicirikan oleh adanya pembentukan vesikula dan arbuskula, sehingga dikenal dengan fungi Vesikula Mikoriza Arbuskula (VAM). Vesikula berbentuk seperti kantung, biasanya terdapat pada ujung hifa internal yang banyak mengandung lemak, berfungsi sebagai organ penyimpan cadangan makanan. Arbuskula (intraseluler) adalah hifa yang masuk ke dalam sel korteks tumbuhan inang, kemudian hifa bercabang-cabang (Brundrett, 1999b). Translokasi unsur P antara tumbuhan inang dengan mikoriza diduga terjadi pada arbuskula. Arbuskula pada umumnya dibentuk sekitar 2 sampai 3 hari setelah akar terinfeksi (Barea, 1991).

METODE PENELITIAN
Eksplorasi mikoriza gulma dilaksanakan di Kec.Ranomeeto Barat, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara yang berlangsung pada bulan Oktober sampai dengan November 2007. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengeksplorasi, mengisolasi dan mengidentifikasi mikoriza pada gulma hutan sekunder. Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel gulma adalah metode plot bersarang (the Nested Plot Technique) model minimum yaitu metode pengamatan yang jenis gulmanya telah ditentukan (Mueller dan Ellenberg, 1974). Pengamatan mikoriza dilaksanakan di  Laboratorium Struktur Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran Jatinangor pada bulan November sampai dengan Desember 2007. Parameter yang diamati adalah jumlah spora dan jenis-jenis mikoriza.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tali rafia, air steril, tanah, perakaran gulma, benih jagung, polybag (10 cm x 20 cm), air, sukrosa 30 %, formalin acero-alkohol (FAA), larutan KOH 10 %, larutan hidrogen peroksida alkali 10 % (H2O2), larutan HCl 1 %, zat pewarna carbol fuchin 0,05 %, laktogliserol, kertas saring dan kertas label. Alat-alat yang digunakan yaitu gunting, meteran, kamera digital, saringan untuk menyaring spora mikoriza (ukuran mesh 500 µm, 250 µm, 90 µm, dan 50 µm), timbangan analitik, mikroskop, gelas ukur, petridish, pipet, gunting, dan alat tulis menulis.


HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap bentuk spora mikoriza pada gulma hutan sekunder diperoleh dua jenis mikoriza yaitu Acaulospora sp dan Gigaspora sp. Setiap jenis mikoriza yang ditemukan dapat dibedakan berdasarkan bentuk permukaan spora, hiasan spora, ukuran spora serta perubahan warna spora akibat reaksi pewarna, sebagaimana pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis dan Ciri-Ciri Spora Mikoriza yang Ditemukan pada Gulma Hutan Sekunder.

No.
Jenis Mikoriza
Ciri-Ciri Spora
1.
Acaulospora sp.

-       Spora dihasilkan secara tunggal di dalam sporokarp.
-       Bentuk spora ovoid, bulat, mempunyai dua suspensor, ukuran spora sedang.
-       Isi spora globular.
-       Warna spora dalam air bening-bening coklat.
-       Spora pada waktu muda berwarna hyalin dan berwarna coklat tua kemerahan setelah matang.
2.
Gigaspora sp.
-       Spora dibentuk secara tunggal pada terminal hifa non gametangium dan ujung-ujung hifa eksternal yang tidak berdiferensiasi di dalam suatu sporokarp.
-       Pada saat dewasa spora dipisahkan dari hifa perekat oleh sebuah sekat.
-       Bentuk spora globos, bulat, dinding spora lebih dari satu lapis.
-       Warna spora dalam air coklat.
-       Terdapat alat pelengkap berupa bulbous suspensor.
- 
Sumber : Halim, 2007
Berdasarkan Tabel 1, pada lokasi pengambilan gulma ditemukan dua jenis mikoriza yaitu Acaulospora sp, dan Gigaspora sp. Setiap jenis mikoriza yang ditemukan memiliki ciri-ciri yang berbeda sehingga kemampuan untuk beradaptasi pada lingkungan dan tumbuhan inang juga berbeda. Perbedaan sifat adaptasi tersebut dapat mempengaruhi oleh jumlah spora, sifat fisik, pH tanah serta kemampuan menginfeksi akar tumbuhan inang (Tommerup, 1994). Jenis mikoriza Gigaspora sp dan Acaulospora sp toleran terhadap tanah-tanah masam dan aluminium tinggi (Tommerup, 1994), namun mikoriza Acaulospora sp lebih banyak dijumpai pada tanah-tanah masam (Clark, 1997). Sedangkan jenis mikoriza lain seperti Glomus sp lebih banyak ditemukan pada tanah-tanah alkalis dan populasinya ditemukan lebih sedikit pada tanah-tanah yang masam (Corryanti dkk., 2001).
Jenis mikoriza Acaulospora sp hanya ditemukan pada gulma I.cylindrica pada plot 1 (196 spora), plot 2 (116 spora), plot 6 (167 spora), plot 22 (156 spora) serta plot 24 (160 spora). Sedangkan jenis mikoriza Gigaspora sp. memiliki jumlah spora yang terbanyak karena ditemukan pada campuran gulma I.cylindrica dan E.odorata yaitu pada plot 3 (267 spora), plot 7 (361 spora), plot 8 (289 spora), plot 12 (255 spora), plot 18 (255 spora) serta plot 19 (144 spora). Sedangkan pada plot yang terdapat gulma L.camara sama sekali tidak ditemukan mikoriza. Hal ini diduga adanya zat lantadin A dan lantadin B pada gulma L.camara yang menghalangi infeksi mikoriza pada akar ataupun zat-zat tertentu yang kurang disukai oleh mikoriza (Handayani, 2002). Hasil penelitian Widada dan Kabirun (1997), menunjukkan bahwa gulma alang-alang (I.cylindrica) ditemukan berasosiasi dengan jenis mikoriza Glomus sp, Acaulospora sp dan Gigaspora sp. Namun pada hasil penelitian ini jenis mikoriza Glomus sp tidak ditemukan pada setiap plot pengamatan. Harley (1972), mengatakan bahwa satu jenis mikoriza dapat menginfeksi lebih dari satu jenis akar tanaman. Perbedaan jumlah spora dan kisaran tumbuhan inang dari setiap jenis mikoriza tersebut disebabkan oleh perbedaan jenis mikoriza dan tumbuhan inang (Van der Heidjen dan Kuyper, 2001), yang selanjutnya berdampak pada perkembangan hifa mikoriza, jumlah spora dan jenis-jenis mikoriza indigenous di dalam tanah (Rajan dkk., 2000).
Jenis mikoriza Gigaspora sp ditemukan pada gulma E.odorata dan gulma I.cylindrica. Hal ini sebagai indikasi bahwa mikoriza Gigaspora sp memiliki kisaran tumbuhan inang yang lebih luas dan mampu bertahan hidup pada keadaan lingkungan yang ekstrim dibandingkan dengan jenis mikoriza Acaulospora sp dan Glomus sp. Hasil penelitian Clark (1997), menunjukkan bahwa Gigaspora sp merupakan salah satu jenis mikoriza yang memiliki toleransi tinggi terhadap perubahan kimia tanah. Sedangkan mikoriza Acaulospora sp lebih banyak dijumpai pada tanah-tanah masam (Clark, 1997), jenis mikoriza Glomus sp mampu hidup dan berkembang di bawah kondisi salinitas yang tinggi (Lozano dan Azcon, 2000). Dengan demikian, maka perbedaan jenis tanah dan tumbuhan inang sangat mempengaruhi kelimpahan dan perkembangan mikoriza.

KESIMPULAN
            Berdasarkan hasil penelitian tentang kelimpahan populasi mikoriza pada hutan sekunder, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Pada lokasi pengambilan gulma ditemukan dua jenis mikoriza indigen yaitu Acaulospora sp, dan Gigaspora sp.
2.      Jenis mikoriza Acaulospora sp hanya ditemukan pada gulma I.cylindrica pada plot 1 (196 spora), plot 2 (116 spora), plot 6 (167 spora), plot 22 (156 spora) serta plot 24 (160 spora). Sedangkan jenis mikoriza Gigaspora sp. ditemukan pada campuran gulma I.cylindrica dan E.odorata yaitu pada plot 3 (267 spora), plot 7 (361 spora), plot 8 (289 spora), plot 12 (255 spora), plot 18 (255 spora) serta plot 19 (144 spora).

DAFTAR PUSTAKA

Barea.J.M., 1991. Vesicular-Arbuscular Mycorrhizas as Modifiers of Soil Fertility.Adv. Soil Science.
Brundrett.M., 1999a. Introduction to Mycorrhizas. CSIRO Forestry and Forest Product.Melalui <http://www.ffp.csiro.au/research/mycorrhiza/intro.html>  [8/2/2007].
Brundrett.M., 1999b. Arbuscular Mycorrhizas. CSIRO Forestry and Forest Products.Melalui http://www.invam.edu/methods/sporas/extraction.html> [11/7/2007].
Clark.R.B., 1997. Arbuscular Mycorrhizal Adaption, Spore Germination, Root Colonization and Host Plant Growth and Mineral Acquisition at Low pH. Journal of Plant and Soil. 192:15-22.
Corryanti, F.Maryadi and Irmawati, 2001. Arbuscular Mycorrhizas under Teak Seed Orchard. Poster Presented on the Third International Conference on Mycorrhizas. Diversity and Integration in Mycorrhizas. Adelaide. South Australia.
Forbes.P.J., S.William, J.E.Hooker and L.A. Harrier, 1998. Transformation of the Arbuscular Mycorrhizal Fungus Gigaspora rosea by Article Bombardment. Mycol.Res. 102:497-501.
Gonzalo.B.E. and A.Miguel, 2006. Mycorrhiza. An Ecological Alternative for Sustainable Agriculture. Melalui <http://www.micorrhizas.htm> [18/9/2007].
Gupta.N. and R.Shubhashree, 2004. Arbuscular Mycorrhizal Association of Weed Found with Different Plantation Crops and Nursery Plants. Regional Plant Resource Centre. Nayapalli. Bhubaneswar. Orissa. India. Melalui <http://www.cababstractsplus.org./google/abstract.asp?> [19/9/2007].
Handayani.I.P, 2002. Pendayaagunaan Vegetasi Invasi dalam Proses Agradasi Tanah untuk Percepatan Restorasi Lahan Kritis. Lembaga Penelitian Universitas Bengkulu. Bengkulu.
Harley.J.L., 1972. The Biology of Mycorrhiza. Plant Science Monograps. Leonard Hill. London.
Harrier.L.A., 2003. The Arbuscular Mycorrhizal Symbiosis. A Molecular Review of the Fungal Dimension. Journal of Experimental Botany. Vol.52.469-478. Melalui <http://www.jxb.oxfordjournal.org/cgi/reprint/52> [15/4/2008].
JarstferA.G. and D.M.Sylvia, 1992. Inoculum Production and Inoculation Technologies of Vesicular Arbuscular Mycorrhizal Fungi. New York. USA.Inc. 349-377.
Lozano.J.M.R., R.Azcon, 2000. Symbiotic Efficiency and Effectivity of an Autochthonous Arbuscular Mycorrhizal Glomus sp from Saline Soils and Glomus deserticola under Salinity. Mycorrhiza J. 3:137-143.
Miyasaka.S.S., M.Habte, J.B.Friday and E.V.Johnson, 2003. Manual on Arbuscular Mycorrhizal Fungus Production and Inoculation Techniques. Cooperative Extension Service. College of Tropical Agriculture and Human Resource. University of Hawaii. Manoa. Melalui <http://www.ctahr.hawaii.edu> [19/9/2007].
Mosse.B., 1981. Vesicular-Arbuscular Mychorrhyza Research for Tropical Agriculture. Res. Bull. 194. Hawaii Institut for Tropical Agriculture.
Mueller.D. and Ellenberg, 1974. Aims and Method of Vegetation Ecology. John Wiley and Sons.Inc. New York. Chichester Brisbone.Toronto.
Nuhamara. S.T., 1994. Peranan Mikoriza untuk Reklamasi Lahan Kritis. Program Pelatihan Biologi dan Bioteknologi Mikoriza.
Preston.S., 2007. Alternative Soil Amendements. NCAT Agriculture Specialist. National Suistanable Agriculture Information Service. ATTRA Publication. Melalui <http://www.attra.ncat.org/attra-pub/PDF/altsoil.pdf> [8/3/2007].
Rajan.S.K.B., J.D.Reddy and D.J.Bagyaraj, 2000. Screening of Arbuscular Mycorrhizal Fungi for Their Symbiotic Efficiency with Tectona grandis. Forest Ecology and Management. 126: 91-95.
Rao.V.S., 2000. Principles of Weed Science. Second Edition. International Consultant, Weed Science Santa Clara. California. USA.
Setiadi, 1998. Fungi Mikoriza Arbuskula dan Prospeknya sebagai Pupuk Biologis. Makalah Disampaikan pada Workshop Aplikasi Cendawan Mikoriza Arbuskula pada Tanaman Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan. Bogor.
Smith.S.E. and D.J.Read, 1997. Mycorrhizal Symbiosis. Second Edition. Academiz Press. Harcourt Brace & Company Publisher. London.
Sudhir.C. and K.K.Harbans, 2006. Biotechnology of VA Mycorrhiza. Indian Scenario. New India Publication. New Delhi. Melalui <http://www.vedamsbooks.com/no44891.html> [18/9/2007].
Tommerup.I.C., 1994. Methods for Study of the Population Biology of Vesicular Arbuscular Mycorrhizal Fungi. Academic Press. London.
Van der Heidjen.E.W. and T.W.Kuyper, 2001. Does Origin of Mycorrhizal Fungus or Mycorrhizal Plant Influence Effectiveness of the Mycorrhizal Symbiosis? Journal of Plant and Soil. 230:161-174.
Widada.J. dan S.Kabirun, 1997. Peranan Mikoriza Vesicular Arbuscular dalam Pengelolaan Tanah Mineral Masam. Prosiding Kongres Nasional VI HITI. Jakarta.
Wyss.P and B.Bonafante, 1993. Amplifacation of Genomic DNA of Arbuscular Mycorrhizal (AM) Fungi by PCR Using Short Arbitrary Primers. Mycol Res. 97:51-57.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar